Tiga mahasiswa yang sedang berdiskusi tentang investasi saham (UMN/Helen)
Ekonomi
Cuan Investasi Saham Anak Muda saat Pandemi
04 05 21
__________________________________
Uang memang akan selalu menjadi topik yang menarik. Terutama di situasi pandemi, yang menyebabkan penurunan ekonomi secara global. Hal itu rupanya berdampak pada pola pikir keuangan anak muda Indonesia, yang mulai menjelajahi dunia investasi saham demi memperoleh cuan.
Oleh Helen
×
Seperti yang dikatakan oleh Sandiaga Uno dalam siniar Kevin Hendrawan, Ia tidak akan memiliki kekayaan sebesar 5 triliun rupiah apabila tidak berinvestasi. Hampir 90% kekayaan Sandiaga Uno merupakan surat berharga yang mayoritas berupa saham. Tandanya, investasi memang jadi cara jitu untuk meraup cuan.
Semenjak pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19, tren investasi anak muda meningkat. Hal itu terbukti dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada akhir 2020. Dari seluruh investor Indonesia, 54,8% diantaranya masih berusia di bawah 30 tahun. Angka ini meningkat 10% dari tahun sebelumnya.
“Saham apa sih yang lagi naik?” Pertanyaan semacam itu telah menjadi standar ideal percakapan anak muda saat ini, terutama di media sosial. Tak jarang, tagar IHSG dan saham menjadi trending topic di media sosial. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah indikator yang menunjukan kondisi pergerakan saham di pasar modal. Jika IHSG naik, artinya nilai sebagian besar emiten mengalami kenaikan saat itu.
Survei dari Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan bahwa tujuan sebagian besar investor muda adalah untuk memperoleh capital gain, yakni keuntungan ketika menjual saham. Capital gain baru akan didapat ketika investor menjual saham lebih tinggi dari harga jualnya. Selain itu, tujuan mayoritas investor lainnya yakni memperoleh penghasilan tambahan dari dividen. Dividen adalah pembagian sebagian keuntungan perusahaan kepada para pemegang saham.
Mengenal istilah dunia investasi saham adalah hal yang penting sebelum memulai investasi. Begitu pula dengan mengetahui lembaga yang mengurus persoalan investasi di Indonesia. Berikut adalah tiga lembaga yang setidaknya harus diketahui oleh calon investor sebelum berinvestasi saham.
Emiten
Emiten adalah perusahaan yang dibeli sahamnya oleh investor. Sebelum membeli saham, investor dapat melihat laporan keuangan emiten tersebut untuk memperkirakan apakah saham emiten tersebut layak dibeli.
Emiten mapan dengan nilai saham cenderung naik dikenal dengan istilah bluechip.
BEI
Bursa efek indonesia adalah pasar saham. Bursa efek bertugas membuat parameter harga saham (IHSG) sebagai patokan apakah nilai saham hari itu naik atau turun.
Dikarenakan harga saham berbeda setiap jamnya, investor dapat memantau pergerakan harga saham yang rutin diperbaharui oleh BEI.
SIPF
SIPF adalah penyelenggara dana perlindungan pemodal yang bertugas melindungi aset investor.
Apabila emiten melakukan penipuan, lembaga yang mengatasi urusan ganti rugi kepada investor dilakukan oleh SIPF. Dalam pelaksanaannya, SIPF diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Mengapa Tertarik Berinvestasi?
Tak bisa dimungkiri, sosial media berhasil mendongkrak kepopuleran investasi saham di kalangan anak muda. Semenjak pandemi, banyak influencer media sosial yang semakin gencar mengajak masyarakat untuk berinvestasi sejak dini.
Sebagai generasi yang melek teknologi, hal itu pun menggoda anak muda untuk mulai berinvestasi, termasuk mahasiswa. Siapa yang tidak akan tergiur ketika mendengar testimoni saya mendapat 80 juta rupiah dari cuan investasi?
“Pas awal pandemi aku kayak notice, banyak kan mulai influencer saham, kayak kasih tau investasi buat generasi muda lebih,” tutur Angelia Maretta, mahasiswa semester empat yang mulai berinvestasi sejak awal pandemi, yakni Maret 2020.
Dikarenakan pandemi, Angel yang berkuliah di Tangerang pulang ke rumahnya yang berada di Pekanbaru, Riau. Di rumah, ayah dan kakak laki-laki Angel sering membicarakan mengenai investasi. Hal itulah yang membuatnya penasaran untuk mencoba investasi saham. Waktu luang selama di rumah juga memberikan Angle kesempatan untuk belajar lebih dalam tentang investasi saham.
Investasi saham yang dahulu terkesan mahal kini semakin ramah untuk kantong mahasiswa. Pas sekali, saat ini bertebaran aplikasi investasi saham yang hanya membutuhkan seratus ribu rupiah sebagai deposit awal untuk mendaftar sebagai investor. Padahal, dulu, seseorang harus menyetor modal minimal tiga juta rupiah agar dapat mendaftar sebagai investor.
Hal itu turut menjadi alasan William Dominicus, mahasiswa di Jakarta untuk mulai berinvestasi. Saat bulan September 2020, ada salah satu badan sekuritas investasi yang bekerjasama dengan kampusnya. “Kalo di kampus gue, buka akun saham itu minimal seratus ribu (rupiah),” ungkap William.
Badan sekuritas adalah lembaga perantara untuk membeli saham. Jika bursa efek dapat diibaratkan sebagai pasar saham, badan sekuritas adalah penjual di pasar tersebut.
Selain Angle dan William, Gabriella juga mulai berinvestasi semenjak pandemi. Semetara itu, ada Joevian dan Ivan yang masih ragu untuk mulai berinvestasi. Mari dengar cerita mereka lewat video berikut.
Cerita mahasiswa tentang investasi saham (UMN/Helen)
Sayangnya, masih ada pola pikir masyarakat yang melabeli investasi saham sebagai ‘cuan instan’. Akibatnya, ada saja orang yang nekat berhutang untuk dijadikan modal investasi. Di kasus lain, ada pula investor yang menggunakan uang kuliah hingga modal nikah untuk berinvestasi saham.
Pada 22 Maret 2021 lalu, seorang laki-laki berinisial A (27) tewas bunuh diri karena melompat dari lantai 23 Apartemen Ambassador, Jakarta Selatan. Polisi mengatakan korban mengalami masalah keuangan akibat bermain saham.
Bercermin dari kejadian tersebut, memang investasi tidak boleh menggunakan uang panas. Uang panas adalah uang yang masih diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari semisal biaya kuliah maupun dana darurat.
Cuan dari investasi saham memang menggiurkan, tetapi pada dasarnya mampu menyebabkan sakit hati akut ketika harga saham anjlok. Oleh sebab itu, berinvestasilah ketika sudah benar-benar siap. Terutama di masa pandemi. Jangan sampai dana darurat, modal nikah, hingga uang kuliah malah dijadikan modal investasi. Gawat kalau rugi. Jadikanlah investasi sebagai langkah keuangan terakhir ketika dana kebutuhan sehari-hari dan dana darurat telah siap sedia.
Mengapa Investor Muda Merugi?
Menurut pendiri dari GaleriSaham, Rio Rizaldi, sebagian besar kerugian investor terjadi karena minimnya analisis fundamental sebelum membeli saham. Sebelum investasi, coba cek kembali apakah rasio harga terhadap nilai bukunya rendah? (karena jika harga saham berada di bawah harga buku, ada potensi yang besar bagi saham untuk naik) Apakah ada dividen? Apakah perusahaannya memiliki reputasi yang baik?
Setelah itu baru pikirkan kembali, apakah dengan harga yang ditawarkan, saham tersebut layak dibeli? Atau mungkin harga saham itu sudah terlalu tinggi saat ini? Hal-hal esensial tersebutlah yang perlu dipelajari sebelum mulai berinvestasi.
Rio turut mengakui kalau saat ini, minat belajar investasi kalangan muda, terutama mahasiswa semakin meningkat. Mulai dari konten di media sosial hingga beragam webinar yang dapat diakses secara gratis laku dilahap oleh mahasiswa yang sedang belajar investasi.
“Kayak artikel-artikel kita (GaleriSaham) tentang belajar saham, cara membuka rekening saham, itu traffic-nya tinggi banget sekarang,” ungkap Rio.
Sayangnya, minat belajar yang tinggi tersebut hanya berlangsung di lapisan pertama investasi. Misalnya bagaimana cara membuka rekening saham dan cerita orang sukses karena investasi saham. Namun, minat belajar untuk mengecek laporan keuangan dan mempertimbangkan keberlangsungan perusahaan di masa depan malah kalah pamor.
Hal itu ditunjukan oleh rendahnya literasi keuangan mengenai investasi pasar modal yang hanya berada di angka 4,92%. Artinya, dari 100 orang hanya 5 orang diantaranya yang mampu menganalisis investasi saham. Padahal bisa saja 20 orang jadi 100 orang tersebut sudah berinvestasi.
Rendahnya kemampuan literasi keuangan akan berbuah ketidakmampuan investor untuk menganalisis kondisi pasar modal. Akibatnya, banyak investor (terutama investor muda yang telah melek teknologi) yang hanya bergantung pada rekomendasi influencer media sosial. Selain itu, penyakit investor lainnya adalah terlalu percaya dengan rekomendasi teman.
Hal itu dirasakan oleh Gabriella Valencia, mahasiswa yang mulai berinvestasi saham sejak Februari 2021. Pada awal masuk ke dunia investasi saham, Ia membeli saham yang direkomendasikan oleh temannya tanpa mengecek potensi emiten tersebut lebih lanjut.
Ketika wawancara, sambil tertawa Gabriella mengatakan Ia sebenarnya tahu kalau saham salah satu emiten emas sedang populer pada saat Ia pertama kali ingin membeli saham. Saham emiten emas memang banyak dibicarakan lewat media sosial saat itu. Namun, Ia lebih mempercayai rekomendasi temannya yang sudah lebih dahulu terjun di dunia saham untuk membeli saham lain, bukan saham emiten emas tersebut.
Beberapa bulan kemudian, Ia pun mengecek saham nya kembali. Alih-alih cuan, malah kerugian sebesar Rp20.000 yang Ia dapatkan. “Gue tuh terlalu ngedengerin pendapat temen gue, padahal dia itu juga belum expert,” ungkap Gabriella, masih dengan senyum ketika mengingat kejadian pahit tersebut.
Pengalaman itu menjadi pembelajaran berharga bagi Gabriella. Sebenarnya, rekomendasi dari teman sebaya sebenarnya boleh saja dijadikan referensi. Begitu pula dengan referensi yang diberikan oleh influencer media sosial. Namun, jangan lupa diiringi dengan analisis keuangan terhadap emiten yang diminati terlebih dahulu.
Implikasi lainnya apabila investor tidak mampu menganalis saham adalah memiliki rasa fear of missing out (FOMO). Akibatnya, hanya saham yang sedang beken saja yang akan dibeli. Karena itulah, pengalaman salah beli saham pun lumrah terjadi.
“Sebenarnya masalah mereka (investor muda) adalah banyak yang salah beli. Jadi belinya, harganya udah ketinggian. Dulu pernah beli, naik dikit dijual. Naik dikit dijual. Contohnya harganya udah terbang, udah tinggi, dibeli lagi di harga yang tinggi itu,” tutur Rio Rizaldi.
Ilustrasi investasi saham untuk menghasilkan cuan (UMN/Helen)
Rio Rizaldi mengatakan kalau hal terpenting yang harus dimiliki investor adalah visi jangka panjang. Jika sudah ada visi jangka panjang, investor tidak akan grasak grusuk saat berinvestasi saham.
Pagi beli saham, siangnya sudah dijual. Hal ini sering disebut sebagai saham gorengan. Maksudnya, saham ala kadarnya dengan grafik yang naik dan turun secara signifikan dalam waktu singkat. Jika sudah terlewat masa kejayaannya alias gosong, hasilnya akan memiskinkan diri. Potensi untuk untung besar dengan saham gorengan memang besar, tetapi potensi rugi justru lebih besar lagi.
“Kita beli saham pun perusahaannya juga butuh waktu untuk tumbuh biar bisa lebih besar dua kali lipat lagi. Jadi, jangan berharap kalo beli saham itu untuk minggu depan udah untuk 50%. Jadi, investasi itu urusan jangka panjang. ” ungkapnya.
Investasi saham yang sehat bukan membicarakan nilai saham yang selalu naik. Penurunan nilai saham adalah hal yang wajar. Misalnya saat masa awal pandemi yang menyebabkan IHSG turun hingga 14% pada 20 Maret 2020. Berarti jika seseorang membeli saham sebesar Rp100.000, nilai sahamnya turun Rp14.000.
Fokus investasi saham itu bukan untung rugi, tetapi prospek emiten di masa depan. Investasi yang sehat adalah kondisi saat seorang investor mampu mengumpulkan saham bagus sebanyak mungkin dengan dana seminimal mungkin. Karena itulah, harga saham yang turun justru menjadi momentum untuk membeli saham tersebut. Rio Rizaldi mengatakan kalau langkah paling aman dalam kondisi tersebut adalah membeli saham bluechip karena sudah memiliki reputasi yang baik dan nilai perusahaannya cenderung meningkat setiap tahun.
Begini. Investasi sejak dini memang merupakan hal yang baik. Siapa tahu banyak investor muda sekarang yang nantinya dapat kaya raya seperti Sandiaga Uno. Namun, jangan lupa. Belajar investasi justru merupakan investasi terbesar seorang investor.
Tips Investasi untuk Anak Muda
Tentukan tujuan investasi saham jangka panjang.
Pelajari teori investasi dan istilah investasi. Hal ini untuk mencegah pembelian saham yang hanya berdasarkan rekomendasi orang lain tanpa menganalisisnya lebih lanjut.
Mendengarkan cerita dan tips dari investor sukses.
Sabar. Emiten juga butuh waktu untuk tumbuh.
Konsisten. Jangan hanya beli saham sekali saja.
Mulailah dari saham bluechip. Jangan mulai dari saham yang kata orang mau naik, tetapi laporan keuangannya merah semua. Nanti malah trauma.
Jangan beli saham di titik tertinggi.
Jangan menggunakan kata ‘main saham’. Jika menggunakan kata ‘main’, investasi terasa sekadar iseng. Jika hanya iseng, tentu hasil tidak akan maksimal atau bahkan malah merugi. Perlu diingat kalau investasi saham juga merupakan bisnis.